PART 2
“Kamu juga harus sering pergi-pergi, jangan
bisanya hanya ditinggal pergi”
Keesokan
harinya sepulang bekerja dan mampir ke rumah Ali untuk meminjaminya uang, Keny pun
bergegas mandi, sholat ashar dan membantu Ibunya memasak di dapur. Sambari
menggoreng tempe, Keny mencoba membuat sambal kesukaan ayahnya.
“Nduuuk.. gosong tempemu
!!!” teriak ibu
kepada Keny.
“Astaghfirullah!!” Keny kaget meninggalkan ulekannya
dan beralih memegang spatula mendekat ke penggorengan.
“Makanya.. soal
masak nggak usah sok multitasking gitu..!” umpat Ridwan, kakak Keny.
“Ye... nyalahin aja
senengnya. Laki-laki bisa nggak multi tasking gini?” Jawab Keny balik mengejek.
“ Jelas bisa laah..”
Jawab Ridwan
tegas
“Bisa apa? Bisa
multitasking ke cewek A cewek B cewek C, masih ngedeketin cewek D, iya gitu?”
“Nah ini... cewek
hobinya multitasking, pikirannya juga ikutan nyabang kemana-mana, goreng tempe
gosong gitu, jelas bisa laaah!!!”
Jawab Ridwan sembari mengusap kepala Keny. “Heh..
bocah, jangan samain kaya kamu!” Ridwan kembali melanjutkan perkataannya.
“Apanya?”
“Kaya tempemu itu..
gosong.. gara-gara kamu asik ngulek sambal. Soal mencintai ya gitu.. jangan
multi tasking, salah satu jadi korban. Parahnya lagi, korbannya itu kamu”.
“Kok aku?” Keny penasaran.
“Kamu yang masak,
kamu yang bikin gosong, kamu yang kena marah ibu” Jawab Ridwan sambil memasukkan
gorengan tempe ke mulutnya.
“Aw.. Aw..panas..
panas..!!” Ridwan
melepeh gorengannya dari mulut.
“Makanya, bismillah,
duduk, jangan ngoyor aja kaya orang seminggu nggak makan” Ibu menyahut.
“Nah.. tuh bu,
marahin aja mas Ridwan. Sok bijak sih”
Keny menyahut sinis.
“Kamu juga Keny, kecilin
itu apinya, kamu mau membakar rumah?!” Ibu ikut memarahi Keny. Ridwanpun tertawa lepas
melihat adiknya ikut dimarahi. Kedua bersaudara itu hanya berjarak dua tahun,
hingga tak terlihat bahwa mereka adalah kakak beradik, orang-orang bahkan
mengira mereka saudara kembar.
“Iya
bu... siap..” Jawab keny sambil mengecilkan api kompornya. Ibunya pun
berlalu keruang tamu.
“Sabtu
kamu nggak pergi dek?” Ridwan kembali mendekat, sambil mendekati gorengan
tempe yang sudah masak.
Keny
segera mengetahui gelagat kakaknya “Heh..
nanti dulu, ibu sama bapak belum nyobain. Habis semua nanti dimakan sama mas
Ridwan”.
“Peliiit ! Satu
aja...” Jawab
Ridwan memelas hingga membuat Keny mengiyakan.
“Kenapa nanya-nanya
aku Sabtu pergi apa enggak?”
“Biasanya kan
mantengin oppa-oppa Korea sampe tengah malam. Kasian, nggak diajak pergi ya
sama Ali ?”
Ridwan nyeletuk.
“Hus mas !!! jangan
kencang-kencang, nanti ibu denger soal Ali” Keny mencoba membungkam mulut Ridwan. “Biarin weeeek... oppa Korea kan ganteng,
lebih ganteng dari kamu” Jawab Keny kembali mendekat kearah penggorengan.
“Ken.. Kamu juga harus sering pergi-pergi,
jangan bisanya hanya ditinggal pergi” Kakaknya mencoba memberi petuah.
“Ridwaan sayaaang....
Kamu juga harus sering pergi-pergi, jangan bisanya hanya ditinggal pergi” Keny justru berbalik memberi
petuah yang sama.
“Keny..... serius
ini”
“Adek juga serius
maas..” Keny
meyakinkan.
“Kamu sudah 23 tahun
Keny... cobalah membuka diri untuk orang lain, seperti...”
“Seperti mas Ody?” Keny menebak siapa yang dimaksud
kakaknya.
“Kau tau kan Ken.. Ody
sepertinya sudah siap menikahimu jika malam ini kau mengiyakan.. lusa dia pasti
langsung datang, kamu juga sudah bekerja, mau nunggu apa lagi?” Ridwan mencoba membujuk adiknya.
“Mas... ”
“Ali masih mengejar
Dinda bukan?”
“Aku tak tahu
semapan apa Ody sahabatmu itu, aku tak tahu sebaik apa iman mas Ody sahabatmu
itu, sebaik apa perangainya, sebaik apa dia memperlakukan wanita, aku hanya
butuh seseorang yang membuatku merasa nyaman, seseorang yang sederhana,
seseorang yang mau menegakkan sholat bersamaku, seseorang yang bahkan dengan ku
lihat saja mampu menenangkanku hingga tak pernah lupa membuatku bersyukur”.
“Keny...”
“Mas... Sepenuhnya,
aku serahkan kepada Pencipta, bahwa jika aku melewatkannya, tentu dia bukan hak
ku, begitupun sebaliknya. Bisaku mengupayakan dengan doa. Bahwa kemudian
namanya mengudara di sepertiga malam, atau kemudian dimasing-masing waktu
wajib, atau mungkin ketika unta-unta bangun kepanasan diwaktu duha. Aku
mengupayakan... meski upaya itu tersungkur tatkala mengingat diri, ‘Aku ini
siapa?’ repot menahan rindu pada ciptaan, bukan pada Penciptanya. Aku terlalu
jauh.... sebagai perempuan, aku tak tau batasan, harus sampai mana? Bahkan
untuk sekedar bertanya ‘sedang apa?’”
Keny berceloteh sambil membalik gorengannya.
“Maka dari itu Keny,
cobalah meminta petunjuk dan bukalah sedikit hatimu untuk Ody”
“Haruskah ku coba?”
“Tentu Keny... ” Ridwan meyakinkan adiknya.
“Kalau begitu Mas
Ridwan menikahlah dulu, atau suruh Ali menikahi Dinda dulu” Keny mengelabuhi kakaknya.
“Keny... ini soal
lain” Ridwan
menatap dalam kedua mata adiknya. “Dinda
dan Ali bukan urusan kamu... pernikahanku juga bisa dilangkahi kamu dulu... aku
masih 25 tahun.. aku masih mau menabung ini dan itu. Nadia juga belum siap
untuk menikah sekarang” Jawab Ridwan melanjutkan.
“Mas... aku masih
menikmati pekerjaanku.”
“Tak ada salahnya
mengenal Ody bukan?”
“Memang tidak salah” Keny menjawab lugas.
“Keny... Sabtu depan
Ody akan datang kerumah, temuilah dia”
Ridwan memberi tahu.
“Dia kan teman mas
Ridwan, kenapa juga aku yang bertemu?”
Jawab Keny.
“Ayolah Ken...
setidaknya temuilah sebentar saja.... ya..” Ridwan mencoba memelas.
“Baiklah.. buat mas
Ridwan, tapi kalau aku sempat.”
Jawab Keny mengiyakan.
“Deal ya... nah gitu
dooong baru Keny adik yang muaaaniiiis” Jawab Ridwan sambil mengacak-acak jilbab adiknya.
Komentar
Posting Komentar